BUDAYA  

Mengenal Prajurit Pengawal Maha Mentri Panembahan Agung KGPH Tedjo Wulan

Malang, [radarjatim.co – Sejarah keraton surakarta hadiningrat mulai dibangun sejak tahun 1743 dan diresmikan pada 17 Februari 1745 atau 17 Suro 1670. Keraton ini merupakan pindahan dari keraton sebelumnya yang berada di Kartasura. Sabtu (17/4).

Sejak itu keraton di Kartasura hancur setelah terjadinya pemberontakan, inilah pusat perkembangan kesenian dan kebudayaan di Solo. Bahkan, pada masa lalu, area ini juga merupakan pusat pemerintahan yang ada di Solo.

Menurut sejarah tentang keraton ini di tulis oleh Ketua Pakasa Sinuhun Penembahan Agung KPGH Tedjo Wulan. Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan tempat yang harus Anda kunjungi jika datang ke Solo. Di sini, Anda tidak hanya akan melihat bangunan peninggalan kejayaan di masa lalu, tapi juga belajar kearifan yang ditinggalkan generasi dahulu.

“Saat mencari lokasi pembangunan keraton yang baru, ada tiga daerah yang diajukan. Ketiga desa tersebut adalah Desa Kadipala, Desa Sana Sewu, dan Desa Sala. Pilihan lalu jatuh pada Desa Sala karena meski dipenuhi rawa, desa ini dianggap paling cocok dijadikan sebagai tempat dibangunnya keraton yang baru.” terang Mbah Kangjeng Parno Keraton Surakarta Hadiningrat.

Pada masa Perang Jawa / Perang Diponegoro, Belanda memberi izin kepada keraton untuk membentuk pasukan tambahan. Pasukan tersebut terbagi menjadi beberapa korps kecil masing – masing sebesar 100 orang.

Baca Juga :  Anniversary Ke-8 : LSM FPSR Santuni Ratusan Anak Yatim Dan Dhuafa Serta Semakin Dekat Dengan Masyarakat

Ketua PAKASA Sinuhun panembahan Agung KGPH Tedjo Wulan Malang raya Jawa Timur, KRT Parno Adipuro lebih akrab dipanggil mbah kanjeng Parno menurut penjelasanya, “pasukan keraton tersebut terbagi menjadi 10 buah, prajurit bergodo musik yang bertugas sebagai pemberi tanda atau aba – aba perang. “jelasnya.

Pada masa sekarang selalu dilibatkan dalam setiap upacara besar di keraton. Anggota sekitar 15 orang. Bergodo Tamtama, berisikan orang – orang pilihan yang bertanggung jawab atas keselamatan Sunan. Kemampuan di atas pasukan lainnya.

Diantarnya, Jayeng Astro, Prawiro Anom, Jayasura, Diropati, Bergondo Baki, Klewang, Sorogeni, Joyo Antoko dan Penyutro mereka sebagai prajurit yang memiliki tugas masing, sebagaian mempersiapkan persenjataan serta kesatuan artileri kebanggan keraton.

Pasukan berkuda yang diandalkan dalam penyergapan dan pertempuran jarak jauh, ada yang ditempatkan sebagai kekuasaan terluar keraton, dengan berjalan kaki lengkap dengan pedangnya guna berpatroli di sisi terluar keraton.

Sebagaian mempersiapkan kebutuhan logistik prajurit lainnya, hingga prajurid ada yang bertugas di beberapa lokasi di sisi dalam keraton dan untuk prajurit – prajurit pilihan disebut dengan prajurit pamungkas andalan keraton dibekali persenjataan modern yaitu senapan.

Pasukan Penyutro sebagai perempuan penari keraton yang ahli bela diri. Bersenjatakan cundrik di pinggang. Pasukan keraton berakhir statusnya sebagai pasukan perang saat Inggris berkuasa. Raffles pasca penaklukan Kasultanan Yogyakarta, memerintahkan baik Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan untuk melucuti pasukan perangnya dan hanya mengijinkannya sebagai pasukan pengawal.

Baca Juga :  Komunitas Pecinta Sepakbola Indonesia Bagi-bagi Takjil dan Pita Hitam Atas Batalnya Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 Serta Gagalnya Timnas Indonesia U-20 Tampil

Namun kobran Belanda menyatakan bahwa pelucutan tersebut berjasa tidak menambah lebih para korban saat Perang Jawa. Jumlah pasukan keraton pada masa kekuasaan Inggris sebanyak 1000 orang.

Dalam lintasan kebudayaan Jawa, banyak ditemukan kepustakaan kuno yang memuat ajaran keprajuritan. Misalnya kitab Ramayana yang memberi penjelasan tentang kepemimpinan dan keperwiraan seorang prajurit. Nilai-nilai keprajuritan di atas memang masih relevan bila digunakan untuk menyusun konsep bela negara dewasa ini.

Dijelaskan Mbah kangjeng parno menjadi prajurit keraton adalah hal istimewa sebab tidak semua masyarakat biasa dapat menjadi prajurit keraton, harus mempunyai jiwa pengabdian pada leluhurnya yang telah mewariskan nilai kepahlawanan, kepemimpinan, kebangsaan, keutamaan, keagungan, keluhuran dan kebajikan.

Semua itu merupakan sarana untuk meningkatkan bobot dan jiwa nasionalisme. Untuk menjadi seorang prajurit keraton, dengan sosok yang gagah berani. keanggunan dan kewibawaan. Kedisiplinan, keteraturan dan kekompakan barisannya.

Hal ini bertujuan untuk menjaga keagungan prajurit keraton, prajurit kraton Surakarta Hadiningrat dibagi menjadi beberapa kesatuan. Masing-masing kesatuan mempunyai tugas dan

Baca Juga :  Margaluyu 151 Indonesia Ranting Kabuh Cabang Jombang Berbagi 1000 Takjil

kewajiban yang berbeda. Demikian pula ciri-ciri busana dan atributnya yang dibuat berlainan.

Mereka mengabdi pada kraton dengan landasan filosofis sepi ing pamrih, rame ing gawe.

prajurit mempunyai kewajiban membela tanah airnya. Ajaran tentang cinta tanah air dan wajib bela negara itu, juga bisa kita temui dalam ungkapan-ungkapan tradisional. Dalam menilai suatu hal kita perlu cermat dan hati-hati, harus bisa membedakan baik buruknya secara tepat.

Kepentingan bangsa dan negara harus lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi dan golongan. Prajurit militer merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu organ yang harus dimiliki oleh setiap negara. Diantara tujuan pokok dibentuknya militer dalam negara, yaitu untuk bertempur dan memenangkan peperangan guna

mempertahankan eksistensi negara. Hakekat militer berhubungan dengan tugas yang sebenarnya di dalam negara, yakni melatih diri dan mengadakan perlengkapan untuk menghadapi ancaman dan gangguan musuh dari luar.

Oleh karena itu para prajurit harus bertanggung jawab dalam berbagai bidang keamanan dan keselamatan umum. Dalam menjalankan tugasnya prajurit harus bisa membedakan tugas individu dengan tugas kelembagaan.

Demi kepentingan bangsa dan negara kita harus rela berkorban jiwa, harta dan raga. Etika luhur yang seharusnya dipegang teguh dan dijunjung tinggi oleh segenap prajurit. (Ari/Fir)