Surabaya,[Radar Jatim.co.~Kasus gugatan masalah perekonomian warga Jarak Dolly masih berlanjut, seluruh anggota paguyuban FPL (Forza Pancadarma Lokamandiri) mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk melakukan gugatan warga yang terdampak perekonomiannya terkait penutupan Prostitusi dan Wisma, Rabu (27/1/ 2021).
Paguyuban FPL adalah organisasi yang menampung warga yang terdampak atas penutupan Jarak dan sudah berbadan hukum, terdiri dari Mamin selaku Ketua Organisasi, Benardi selalu Sekjen, dan Wahyudiono selaku Kuasa Hukum dari Paguyuban FPL
Perlu di ketahui bahwa anggota Paguyuban FPL tidak ada kaitannya dengan pemilik wisma dan prostitusi, Paguyuban FPL mewakili warga yang terdampak perekonomian masyrakat, merasa dirugikan atas penutupan pemilik wisma atau prostitusi oleh pihak Pemerintahan Kota
Menurut Wahyudiono SH selalu Kuasa Hukum FPL dan masyarakat yang terdampak ” menyatakan bahwa, Rumah Musik tersebut bisa beroperasional berdasarkan Tatib (Surat Pernyataan Tata Tertib), Tatib sendiri terbagi menjadi 2, yakni Tatib untuk pemilik wisma dan Tatib untuk Rumah Musik yang sudah di setujui oleh Muspika”.
Masih Wayudiono “Yang di tutup itu prostitusinya dan pemilik wismanya, bukan Rumah Musiknya, kenapa Rumah Musiknya masih tidak boleh beroperasional,,? Apa dasar hukumnya,,? Padahal sampai saat ini RT dan RW bahkan warga setempat setuju, tidak keberatan dengan adanya kegiatan Rumah Musik tersebut, kita menuntut suatu keadilan ke pihak Pengadilan, apa yang di lakukan pemerintah Kota Surabaya di rasa sangat merugikan warga yang terdampak tidak ada kaitannya dengan prostitusi maupun wisma” Ucapnya.
Melihat dari historis mengenai penutupan Rumah Musik, semisal perkara ini berlanjut, tentu akan dibuktikan saat di pengadilan nantinya.
Masih Wahyudiono, “Apa yang di sampaikan sosisalisasi Walikota Surabaya, mengenai Rumah Musik ini tidak ada masalah dan tidak ada kaitannya dengan Prostitusi bahkan Walikota menjajikan adanya dana kompensasi untuk prostitusi, terkait Rumah Musik, selain yang berkecimpung dengan prostitusi tidak ada sama sekali, padahal sejatinya prostitusi itu melanggar suatu aturan, kenapa di manusiakan, sedangkan usaha yang tidak ada hubungannya dengan prostitusi kok tidak di manusiakan? Kan aneh,”
Hasil sidang yang di peroleh oleh Paguyuban hari ini adalah putusan sela (imbang), berkaitan dengan kompensasi absolut yang disampaikan oleh pihak Pemerintah Kota terkait dengan kewenangan Pengadilan Negeri, proyek impor elektronik nanti akan disampaikan lewat website atau Sidang Online Pengadilan Negeri Surabaya.
Harapan daripada FPL, apa yang disampaikan terhadap gugatan, meminta agar Tatib ini merupakan dasar hukum untuk melaksanakan kegiatan rumah musik, karena sentral perekonomian nya dengan adanya Rumah Musik para PKL akan menjadi rame.(En)