Probolinggo /| radarjatim.co ~ Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat penting di Indonesia, khususnya di wilayah Probolinggo, Jawa Timur. Probolinggo dikenal sebagai salah satu sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia, dengan kualitas yang super dan permintaan pasar yang tinggi. Kondisi geografis Probolinggo yang memiliki tanah subur, iklim yang mendukung, serta ketersediaan sumber daya air yang memadai, menjadikan wilayah ini sangat cocok untuk budidaya bawang merah.
Banyak orang berpendapat bahwa bawang merah Probolinggo memiliki ciri khas berupa ukuran umbi yang lebih besar, aroma yang kuat, dan rasa yang tajam. Bawang merah dari daerah ini juga terkenal dengan masa simpan yang lebih lama, sehingga diminati oleh para konsumen. Sebagai salah satu penghasil utama bawang merah di Indonesia, sektor ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Probolinggo, terutama petani yang bergantung pada komoditas ini sebagai sumber utama penghasilan.
Namun, produksi bawang merah di Probolinggo tidak lepas dari berbagai tantangan, seperti fluktuasi harga, serangan hama dan penyakit tanaman, serta perubahan cuaca yang tidak menentu. Oleh karena itu, berbagai inovasi dan teknologi budidaya terus dikembangkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah di Probolinggo, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi petani lokal.
“Kalau sedang panen raya di sejumlah daerah penghasil bawang merah maka, harga bawang merah di probolinggo juga ikut turun. Untuk sekarang harga bawang merah di probolinggo mengalami kenaikan yang awalnya berkisar Rp. 18.000/kg, sekarang naik menjadi Rp. 25.000/kg.” ucap mas Boyke salah seorang pedagang bawang merah di pasar dringu, Selasa (05/11/24).
Tingginya biaya produksi bawang merah yang tidak diimbangi dengan hasil yang maksimal juga menjadi tantangan besar bagi petani bawang merah. Faktor-faktor seperti harga bibit yang mahal, kebutuhan pupuk dan pestisida yang tinggi, serta biaya tenaga kerja, membuat pengeluaran produksi meningkat. Selain itu ketidakpastian cuaca, serangan hama dan penyakit, serta fluktuasi harga jual seringkali menyebabkan hasil panen tidak mencapai potensi maksimal dan pendapatan petani menjadi tidak optimal.
“Serangan hama yang paling ditakuti oleh petani bawang merah itu sejenis ulat grayak atau petani probolinggo sering menyebutnya dengan nama “kuman/man-kuman”. Ulat ini sangat berbahaya untuk bawang merah, kalau tidak diambil satu persatu ulatnya akan memakan habis bawang merah dan menyebabkan gagal panen” ungkap mas Boyke.
Saat terjadi gagal panen, tidak sedikit para petani kehabisan modal untuk kembali menanam bawang merah sehingga para petani beralih menanam jagung atau cabai sambil mengumpulkan modal untuk menanam bawang merah terkumpul kembali, karena untuk biaya tanam bawang merah sangat besar.
Penggunaan pestisida secara berlebihan juga merupakan faktor yang menyebabkan tingginya biaya produksi. Ulat akan semakin resisten jika terus menerus diberikan pestisida dengan dosis tinggi dan menyebabkan petani kebingungan untuk menggunakan pestisida apa lagi yang cocok untuk membunuh ulat pada bawang merah.
Penulis: Novita Purwaningrum (202410390110008) Magister Agribisnis UMM
