Penulis Oleh: Angga Destya Wibisono (Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Muhammadiyah Malang)
RADARJATIM.CO ~ Indonesia saat ini sedang mengalami masa bonus demografi, yaitu kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non-produktif. Prediksi menunjukkan bahwa puncak dari fenomena ini akan terjadi pada tahun 2030-an. Dalam teori ekonomi pembangunan, bonus demografi sering kali dikatakan sebagai kesempatan emas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, apakah kondisi ini otomatis menjadi peluang? Atau justru bisa menjadi sebuah ancaman jika tidak dikelola dengan benar?
Secara konsep, bonus demografi merupakan potensi. Ini bukanlah jaminan keberhasilan, melainkan membuka kesempatan pada suatu negara untuk melesat maju selama dikelola secara strategis. Jika jumlah tenaga kerja mengalami peningkatan, idealnya produktivitas juga meningkat. Namun, kenyataannya tidak semua berjalan ideal. Jika tidak dibarengi dengan perencanaan matang dan kebijakan yang tepat sasaran, ledakan usia produktif justru bisa memicu peningkatan angka pengangguran, kesenjangan sosial, hingga ketidakstabilan ekonomi.
Pada Februari 2024, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih berada di angka 5,32%. Meski angka ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi tetap memperlihatkan adanya masalah struktural dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Sektor informal masih mendominasi, sementara sektor formal tidak mampu menyerap semua angkatan kerja baru yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selain itu masalah lain yang sepatutnya mendapatkan perhatian serius merupakan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut laporan Human Capital Index (HCI) dari Bank Dunia pada tahun 2020, Indonesia berada pada peringkat ke-96 dari total 174 negara, dan hanya mencetak skor 0,54. Artinya, anak-anak yang lahir di Indonesia saat ini hanya akan mencapai 54% dari potensi produktivitas maksimalnya ketika dewasa, jika dibandingkan dengan standar pendidikan dan kesehatan terbaik di dunia. Ini bukan hanya sekadar angka, tetapi sinyal peringatan bahwa kualitas SDM Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara pesaing di ASEAN, seperti Vietnam dan Malaysia. Rendahnya kualitas SDM ini menjadi tantangan serius. Bonus demografi hanya akan menjadi peluang yang baik jika populasi usia produktif benarbenar “produktif” secara nyata, yaitu sehat secara fisik dan mental, terdidik, terampil, serta mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Namun, sistem pendidikan dan kesehatan di Indonesia saat ini masih belum sepenuhnya mendukung hal tersebut. Contohnya anggaran pendidikan nasional masih banyak dimanfaatkan untuk belanja pegawai dan operasional, bukan pada peningkatan kualitas pembelajaran atau memperluas akses pendidikan yang merata.
Maka untuk mengoptimalkan bonus demografi, fokus utama harus diberikan pada pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Pemerintah perlu lebih berani melakukan reformasi kebijakan anggaran agar investasi pada manusia benar-benar berdampak. Misalnya, dengan meningkatkan dana untuk pelatihan vokasi berbasis kebutuhan pasar tenaga kerja.
Selain pemerintah, sektor swasta dan dunia pendidikan juga berperan strategis. Kolaborasi antara ketiganya perlu diperkuat sehingga terbentuklah ekosistem ketenagakerjaan yang adaptif terhadap tantangan zaman-terutama di Era Digitalisasi dan Revolusi industri 4.0. Tenaga kerja masa kini tidak cukup hanya menguasai keterampilan dasar. Mereka dituntut untuk memiliki soft skills, kemampuan berpikir kritis, dan adaptabilitas terhadap teknologi yang terus berkembang.
Salah satu langkah konkret yang bisa ditempuh yaitu mengintegrasikan program magang dan pendidikan vokasi ke dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Sehingga para lulusan tidak sekedar lulus secara akademik, tetapi juga siap kerja. Pemerintah juga bisa mendorong start-up berbasis inovasi sosial dan teknologi sebagai penggerak penyediaan lapangan kerja baru yang berkelanjutan dan inklusif.
Pengalaman negara lain dapat dijadikan referensi. Contohnya Korea Selatan yang sukses memanfaatkan bonus demografi pada era 1970-1990 dengan fokus pada pengembangan ssumber daya manusia (SDM), industrialisasi berbasis ekspor, serta reformasi pendidikan besar-besaran. Di sisi lain, beberapa negara di Afrika gagal memanfaatkan bonus demografi karena rendahnya investasi pada sumber daya manusia (SDM) dan lemahnya tata kelola pemerintahan.
Indonesia berada di titik kritis. Dengan jumlah penduduk usia produktif yang lebih dari 190 juta jiwa, potensi ini sangat besar. Namun, jika tidak ditangani dengan strategi yang tepat, situasi ini justru dapat memperburuk masalah sosial seperti pengangguran, urbanisasi berlebih, dan ketimpangan ekonomi. Bahkan bisa memicu meningkatnya angka kriminalitas dan konflik sosial akibat tekanan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah harus mulai menyusun kebijakan berbasis data yang akurat. Pemetaan potensi tenaga kerja, identifikasi sektor unggulan, serta pemanfaatan teknologi digital dalam perencanaan pembangunan SDM harus menjadi prioritas. Program-program seremonial harus dihindari, yang dibutuhkan yakni langkah-langkah konkret, terukur, dan berdampak jangka panjang.
Bonus demografi bukan semata soal angka statistik, tetapi harus dipahami sebagai momentum sejarah yang hanya datang sekali dalam perjalanan sebuah bangsa. Jika Indonesia mampu memperbaiki sistem pendidikan, memperluas akses layanan kesehatan, menciptakan iklim investasi yang mendukung tenaga kerja, serta mendorong pemerataan pembangunan antar wilayah, maka bonus demografi bisa menjadi pendorong transformasi ekonomi yang signifikan. Pemerintah, masyarakat, dan sektor usaha harus berjalan beriringan. Tidak cukup hanya sekedar program seremonial, diperlukan langkah konkret yang terukur. Penguatan data tenaga kerja, peningkatan literasi digital, serta pemetaan potensi daerah berbasis ekonomi lokal juga harus diperhatikan. Karena pada akhirnya, keberhasilan bonus demografi terletak pada kemampuan bangsa ini dalam menciptakan manusia unggul dan sistem ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja dengan produktif dan bermartabat.
Pada akhirnya, masa depan Indonesia bergantung pada seberapa baik negara ini dapat mencapai tujuan untuk menciptakan manusia yang lebih baik dan membangun sistem ekonomi yang inklusif dan produktif. Bonus demografi merupakan peluang besar, tetapi juga merupakan tanggung jawab yang besar
(No. Whatsapp: 082244688606l/ Email: anggadestyawibisono@gmail.com)
