Lamongan [RADARJATIM. CO-Aksi penolakan UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI pada Senin, (05/10/2020) yang dianggap meresahkan para buruh, mendapatkan respon dari aktivis mahasiswa PMII Lamongan.
Ratusan massa PMII Lamongan menduduki gedung DPRD Lamongan pada Rabu (07/10/2020).
Dalam aksinya, massa aktivis PMII Lamongan selain menuntut penolakan UU Cipta Kerja karena dinilai tidak berpihak pada buruh pekerja atau tenaga kerja dan rakyat, mahasiswa juga mengungkit pengesahan Perda RT/RW yang disahkan DPRD Lamongan, sehari setelah aksi mereka pada 21 Agustus 2020 lalu.
Janji para dewan untuk menunda pengesahan Perda RT/RW kepada para mahasiswa saat itu, dianggapnya hanya upaya menelikung tuntutan mahasiswa.
“Buktinya, dua hari setelah demo, Perda itu disyahkan,” ucap Ketua PC PMII Lamongan M. Syamsuddin Abdillah.
Pihak kepolisian yang mengawal aksi mahasiswa yang tergabung dalam organisasi PMII Lamongan dengan ketat. Para aktivis mahasiswa membawa spanduk serta pengeras suara untuk meneriakkan yel-yel meneriakkan orasi menolak Omnibus Law atau UU Cipta Kerja secara bergantian dan meminta ketua DPRD lamongan untuk keluar. Namun, Ketua DPRD Lamongan tidak ada ditempat dan hanya diwakilkan oleh Ketua komisi D DPRD Lamongan.
Ketua Komisi D DPRD Lamongan, Abdul Somad yang menemui massa aksi, mendapat penolakan oleh para mahasiswa.
Bahkan Somad menjadi ejekan para mahasiswa, lantaran 4 kali salah mengucapkan UU Cipta Kerja diganti dengan UU Cipta Karya.
“Coba sebutkan mana Undang -Undang Cipta Karya yang sampean anggap tidak sesuai,” kata Abdul Somad.
Seketika itu, para mahasiswa sontak meneriaki Somad karena berulangkali salah dalam pengucapan UU Cipta Kerja yang diucapkan malah UU Cipta Karya.
M. Syamsuddin Abdillah Ketua PC PMII Lamongan mengaku, Aksi kali ini selain misi penolakan UU Cipta Kerja juga menanyakan terkait pengesahan Perda RT/RW yang disahkan DPRD Lamongan.
”Kita tahu sendiri saat itu kita aksi, tetapi nyatanya Raperda dan turunannya tersebut tetap disahkan,” ujar pria yang akrab disapa Syam tersebut.
Ditambahkan oleh Syamsuddin, di Lamongan sendiri nantinya ada Perda atau Perbup yang mengatur tentang pekerjaan.
“Harapan kita simpel, kita tidak terlibat terlalu jauh di Omnibus Law, tetapi di Lamongan nantinya ada Perda atau Perbup khusus untuk mengatur pekerjaan,” tambahnya.
Syamsuddin juga berharap ketua DPRD Lamongan memberikan deklarasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja tersebut, namun kenyataannya Ketua DPRD Lamongan tidak hadir dan hanya diwakilkan oleh Ketua Komisi D DPRD Lamongan.
“Harapan kita, ketua DPRD bisa memberikan deklarasi atau semacam penolakan juga terhadap Omnibus Law ini, tetapi kenyataannya kita dilihatkan hari ini ketua DPRD tidak hadir di tempat kerjanya, kita melihat hanya ada ketua komisi D,” pungkasnya.
Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi PMII Lamongan hingga pukul 11.30 wib merasa kesal karena aspirasi mereka tidak didengar karena ingin berdiskusi mengenai Undang-Undang Cipta Kerja ini. Mahasiswa pun berusaha masuk ke dalam gedung DPRD Lamongan yang dihalau atau dihadang oleh Polisi sehingga aksi demonstran sudah tidak kondusif lagi dan terjadi aksi saling dorong.
Akhirnya, pukul 12.00 wib masa mahasiswa diperbolehkan masuk gedung DPRD dan menempati gedung Paripurna dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan massa aksi pun menyetujuinya dengan aman dan nyaman, tanpa harus merusak fasilitas yang ada dalam gedung DPRD.
(Red)