RISIKO BBM DRUMAN KARATAN DI PULAU BAWEAN

Oplus_131072

Gresik | radarjatim.co ~ Pengadaan BBM, Bahan Bakar Minyak di Pulau Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur memiliki sejarah tersendiri. Sejak zaman dulu, pengadaan BBM dilakukan dengan pengangkutan oleh perahu berbahan kayu dalam segala tipe dan ukuran.

Paling akhir sebelum pengapalan dilakukan dengan segala SOP-nya, perahu jenis konteng milik Pak Sapran dan perahu lainnya mampu mengangkut ratusan drum BBM, terutama bensin, minyak tanah, dan solar dari berbagai daerah di Pulau Jawa dan Madura. Cerita berupa minyak oplosan antara bensin dan minyak tanah semasa harganya minyak gas ini berkali lipat lebih murah sering terjadi di tengah lautan Jawa demi menguras keuntungan dengan mengabaikan risiko pada mesin kendaraan bermotor yang mengalami pengkerakan pada bagian filter dan karburator (baca, Bawean: kabilator).

Masyarakat Pulau Bawean belum begitu jauh mengetahui risiko tersebut sebelum kendaraan bermotornya masuk bengkel atau servis gegara BBM druman yang rentan karatan karena drum berbahan seng. Drum-drum itu hanya dipermak atau dicat di bagian luar sehingga nampak terlihat anyar dari Bogor saja.

Risiko lain yang kerap muncul saat BBM harus lewat perahu dalam druman berupa kebakaran dengan menelan korban. Beberapa perahu yang terbakar dan tenggelam di perairan laut Jawa saat menuju Pulau Bawean. Nakodah dan Anak Buah Perahu ceroboh merokok sembarangan hingga kebocoran dari salah satu drum menjadi pemicu munculnya kebakaran. Hantaman gelombang turut memicu goncangan perahu hingga gesekan antara drum yang satu dengan drum lainnya tak terelakkan hingga kebocoran itu terjadi.

Baca Juga :  Dampak Pengurukan Tanah Ilegal yang Berjatuhan di Jalan Raya, Warga Dusun Wonokoyo Menganti Resah

“Agen-agenan” yang ada pada waktu itu hanya dikuasai oleh orang-orang yang memiliki drum sebagai pengganti tanki standar yang ada seperti saat ini. Pihak Pertamina belum melakukan inspeksi secara menyeluruh sehingga oknum pemain BBM yang dipasok ke Pulau Bawean menjadi “bulan-bulanan” untuk diogut oleh oknum tertentu karena tak adanya izin resmi yang dikantongi dari Pertamina. Atau mungkin oknum dari Pertamina tutup mata waktu itu karena dianggap selalu selamat dan tidak ada masalah.

Setelah melihat berita terbakar dan tenggelamnya beberapa perahu berbahan kayu konvensional pengangkut BBM yang dibollow-up oleh media lokal dan nasional pihak Pertamina mulai mengubah pola untuk pengadaan suplai BBM ke Pulau Bawean dengan sistem subsidi, baik pengapalan maupun harga secara nasional.

Persoalan ongkos transport pengapalan dan harga sudah bersubsidi sehingga pengusaha BBM tidak akan pernah merugi jika dijual dengan harga pertalite Rp. 10.000 perliter dan solar Rp. 6.800 perliter (berdasar penuturan pemilik APMS 1 BBM). Bahkan Bapak H. Abu Bakar menyampaikan keuntungan pertanki sekitar Rp. 2.800.000 (dua juta delapan ratus ribu rupiah) dengan jatah sebanyak 29 tanki jatah milik beliau persekali kapal tanker datang.

Baca Juga :  Rapat Pra MAD Kecamatan Sangkapura, Bahas Penyelarasan Persepsi BUMDESMA

Dasar utama saat pemberian kuota sesuai kebutuhan setiap bulan oleh pihak Pertamina untuk memenuhi kebutuhan para nelayan dan petani serta masyarakat umum di Pulau Bawean. Namun, pengusaha terdahulu yang sudah “tuwuk” atau kenyang menikmati keuntungan dalam menyanggah BBM bersubsidi tidak patut dipersalahkan juga karena mereka mampu memperlancar lalu lintas modal ke Pertamina sebagai pengganti DP (Down Payment) sebagai target yang harus dipenuhi perbulan atau persekali kapal tanker datang. Terjadilah simbiosis mutualisme yang salah pasang. Justru yang diuntungkan pemilik APMS dan Agen serta Pengecer dengan mengabaikan kepentingan rakyat sebagai penerima subsidi itu. Selisih Rp. 2500/perliter jika beli di pengecer terlalu overacting dalam meraup keuntungan.

Persoalan lain setelah dibuka SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) milik APMS 1 yakni pada persoalan tanki penyimpanan yang tidak memadai. Saat ini SPBU (Bumi Bawean Mandiri) hanya menjual BBM bersubsidi dengan kapasitas 8000 liter. Konsumen hanya dibatasi pembeliannya cukup dua liter untuk diisikan ke tanki sepeda motornya. Stok akan terpenuhi lagi sampai kapal tanker datang pada bulan berikutnya.

Kita tahu bahwa kapal tanker pembawa BBM tak sepanjang ujung dermaga itu, apa tidak ada itikad baik untuk mendirikan depo mini atau membantu pengusaha putra daerah yang sudah memiliki kecupan modal dengan memanfaatkan lahan milik Pertamina yang ada di Pulau Bawean dengan sistem keamanan dan safety terjamin.

Baca Juga :  Proyek Rehabilitasi Ruang Kelas Sekolah Sarat Bermasalah, Disorot Ketua Komisi lV DPRD Gresik

Salah satu tanah milik Pertamina yang sudah diakuisisi oleh Pemda Kabupaten Gresik adalah tanah “gudeng” di utara alun-alun Sangkapura (sesuai plang terpasang) Dusun Dayabata Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura.. Atau secara bertahap pihak Pertamina memberikan fasilitas penyimpanan BBM bawah tanah di dekat pelabuhan tempat sandar kapal tanker tersebut. Apa yang tidak mungkin kalau pihak Pertamina sudah berkehendak? Petral saja yang dianggap mafia perminyakan internasional bisa dibubarkan, apalagi sekedar pemain receh-receh BBM di Pulau Bawean bisa sekali ditertibkan dengan dasar Undang-Undang bahwa bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Jadi sampai kapan masyarakat Pulau Bawean menjadi korban penjualan BBM druman karatan sebagai penampung BBM murni itu? Belum lagi persoalan dispenser yang tak pernah ditera takaran per liternya. Pertaminalah yang segera menetapkan standar penampungan BBM bersubsidi itu. Jika terus dibiarkan sepertinya nampak sekali “main matanya” dengan pelaku BBM di Pulau Bawean. Rupanya prinsip emas cair “semakin karat, semakin menguntungkan berbagai pihak”. Cihuy!

(Sugri)