BUDAYA  

Kuda Luping Kesenian Asli Pulau Jawa

Malang, [radarjatim.co – Jathilan merupakan tari kuda kepang, tarian ini sering kali terpisah dengan pertunjukan reog. Namun dalam aksinya, penari jathilan tak menunggangi kuda sungguhan, melainkan menggunakan kuda tiruan yang dibuat dari anyaman bambu atau kulit binatang. Kuda ini kemudian disebut sebagai kuda kepang lumping. Sabtu (24/4/2021).

Dalam tari Jathilan, para penari terlihat mempertontonkan banyak aksi yang menyimbolkan kegagahan seorang prajurit di medan perang. Mereka bergerak bak aksi menumpas musuh dengan pedangnya sambil menunggangi kuda yang berderap kencang.

Yang tercatat masih memiliki kesenian kuda lumping ini antara lain Kabupaten Magelang, Semarang, Kendal, Pekalongan, Batang, Tegal, Pemalang, Wonosobo dan Temanggung. Masing-masing kabupaten mempunyai ciri khas.

Baca Juga :  PT. Gresik Jasatama Disinyalir Tidak Gubris Larangan Bongkar Muat Batu Bara

Raden Tumenggung Projokiswinyatoko, yang juga Ketua Prajurit Pengawal Sinuhun Panembahan Agung KGPH Tedjowulan wilayah malang raya memaparkan, Jathilan berasal dari kata jathil yang mengandung arti menimbulkan gerak reflek melonjak, sebagai tanda memperoleh kebahagiaan.

“Kebahagiaan ini tersirat dalam tarian yang diilhami oleh ceritera Panji yang mengisahkan pertemuan Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji,”paparnya.

“Lanjut, Sesuai dengan perkembangan jaman, seni kuda lumping yang selalu ditampilkan untuk mendatangkan roh-roh itu berkembang menjadi kesenian yang ditampilkan hanya untuk menyongsong datangnya raja-raja atau pemimpin sebagai tamu resmi yang dihormati.”jelasnya.

Baca Juga :  Bentuk Karakter Positif Pemain, Klub Sepak Bola PP Sampang Salurkan 250 Paket Takjil Ramadhan

Pada masa tersebut masyarakat memeluk agama Hindu, yang percaya akan adanya roh leluhur. Pertunjukan jathilan sebelumnya dimaksudkan untuk memanggil roh-roh halus dari nenek moyang.

Dari tradisi yang turun temurun dan pengaruh situasi menyebabkan pertunjukan kuda lumping dipentaskan hingga para pemainnya kesurupan (kehilangan kesadaran). Hal itulah pemain mampu melakukan hal-hal di luar kemampuan manusia normal.

“Meskipun demikian dalam penampilannya masih juga ditemukan pemain-pemain yang kesurupan, tetapi pada prinsipnya bukan lagi bertujuan untuk mendatangkan roh-roh halus,”ungkapnya.

Baca Juga :  Meski Ditengah Gerimis, Anak-anak TKM NU 7 dan KBM NU Al Firdaus 116 Pongangan Bagi-bagi Takjil Untuk Para Pengendara Yang Melintas

Masih lebih lanjut, Sesuai dengan perkembangan jaman, kuda lumping tidak lagi dipertunjukkan dengan pemain yang kesurupan dan mendatangkan roh-roh halus.

“Bentuk tari kuda lumping jenis baru ini berkembang baik di beberapa tempat antara lain di Kabupaten Temanggung. Di sini kuda lumping sudah dikembangkan dengan kreasi-kreasi baru. sehingga gerak tari tidak lagi monoton,”imbunya.

“Para seniman dan seniwati dilatih dengan gerakan-gerakan baru yang dinamis dan indah sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas.”tutupnya. (Ari/Ay)