Oleh : Dina Roffida Haqqi Daqianus
RADARJATIM.CO ~ Hilirisasi menjadi topik yang melekat di berbagai komoditi perkebunan Indonesia saat ini, tidak terkecuali kakao. Sejak 2010 silam, pemerintah telah memberikan dorongan nyata bagi industri pengolah kakao melalui penetapan bea keluar untuk biji kakao hingga 15% oleh Kementerian Keuangan guna memenuhi pasokan bahan baku dalam negeri.
Bea keluar tersebut diharapkan akan menekan ekspor bahan mentah yaitu biji kakao, sehingga akan meningkatkan ekspor produk olahan kakao. Tidak sampai situ, dalam jangka panjang langkah ini akan berdampak pada peningkatan nilai tambah, menambah devisa negara, dan meningkatkan kreativitas masyarakat dalam negeri untuk terus berinovasi melalui produk olahan kakao.
Data Trade Map (www.trademap.org) menunjukkan penurunan signifikan nilai ekspor biji kakao Indonesia sejak 2010. Nilai ekspor 1.190.740 juta US$ pada tahun 2010 mengalami penurunan yang tajam tahun 2023 dengan nilai ekspor biji kakao sebesar 46.917 juta US$.
Sebaliknya, ekspor produk olahan kakao mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Produk olahan tersebut meliputi pasta kakao, mentega kakao, dan bubuk kakao. Data terkini (2023) menunjukkan nilai ekspor pasta kakao mencapai 174.529 US$, bubuk kakao sebesar 283.330 US$, dan yang tertinggi mentega kakao sebesar 627.424 US$.
Data tersebut kemudian diperkuat dengan berbagai penelitian daya saing kakao Indonesia di pasar internasional yang menyebutkan bahwa dalam dekade terakhir daya saing ekspor biji kakao Indonesia terus menurun tajam, sebaliknya produk olahan kakao mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, nilai daya saing tersebut menunjukkan ketercapaian tujuan pemerintah untuk meningkatkan hilirisasi kakao dalam meningkatkan nilai produk ekspor kakao di pasar internasional.
Peluang ekspor kakao Indonesia kian menarik bahwa saat ini harga kakao dunia menunjukkan tren yang meningkat.
Dilansir melalui website Organisasi Kakao Internasional (ICCO) terjadi peningkatan tajam harga dunia kakao pada April 2024. Harga kakao dunia tertinggi yang dapat dicapai adalah sebesar 10.966,97 US$/ton pada 19 April 2024. Meskipun pada bulan berikutnya terjadi penurunan harga, saat ini harga per ton kakao masih berada di kisaran 7000 sampai 8000 US$ dengan harga terbaru yakni 7.887 US$/ton (18/11/2024)
Perwakilan PT RPN – PPKKI menyebutkan dalam Outlook Komoditas Perkebunan Tahun 2025 (14/11/24), “Peningkatan harga kakao dunia dipicu oleh penurunan produksi kakao dunia akibat terjadinya el nino dan la nina”. Bagi Indonesia, peningkatan harga dunia penting, karena menjadi standar harga domestik.
Tidak hanya itu, peluang peningkatan ekspor kakao di dunia semakin terbuka lebar, terutama di pasar Eropa. Konsumsi coklat di Eropa mengalami peningkatan tiap tahun sebesarb3,9%. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Eropa menjadikan cokelat sebagai makanan dan minuman wajib konsumsi setiap hari. Mentega kakao adalah bahan baku yang sangat dibutuhkan di Eropa.
Keunggulan kakao Indonesia dibanding milik negara eksportir lainnya berupa high melting point yang sangat diperlukan dalam proses pencampuran produk olahan kakao. Selainbitu, Indonesia sebagai salah satu prosuden fine flavor cocoa yang mencapai 1%. Hal tersebut mengantarkan Indonesia sebagai penyumbang produksi kakao dunia sebesar 15%.
Hambatan ekspor kakao Indonesia menjadi catatan dan PR bagi Indonesia adalah produksi kakao yang cenderung mengalami penurunan. Permasalahan utama kakao Indonesia saat ini terletak pada bagian hilir, bagaimana pemenuhan baik secara kuantitas maupun kualitas biji kakao sebagai raw material.
Rendahnya kuantitas dan kualitas biji kakao diakibatkan oleh tidak adanya proses fermentasi.
Peraturan Menteri Pertanian No 51/Permentan/OT.1409/9/2012 tentang SNI biji kakao, termasuk di dalamnya ialah proses fermentasi nampaknya tidak ditegakkan dengan baik.
Akibatnya hal tersebut berdampak pada harga biji kakao yang rendah dan menjadikan penurunan minat petani untuk berbudidaya kakao. Guna memenuhi raw material, industri pengolah kakao pada akhirnya melakukan impor biji kakao. Peningkatan impor terjadi dari 163 juta kg pada tahun 2022 menjadi 274 juta kg pada tahun 2023.
Selain itu, masalah yang terjadi pada produksi kakao dalam negeri berada di bisnis lokal kakao yang terkena PPN. Hal tersebut merugikan petani karena sebagian besar petani bukan pengusaha kena pajak, sehingga mereka mengurangi margin keuntungan akibat dari pedagang grosir yang menurunkan harga pembelian untuk mengurangi beban PPN mereka. Hal ini memperkuat isu peralihan minat petani kakao yang beralih ke komoditas lain dengan berbagaia faktor penyebab lainnya.
Di Jawa Timur, isu peralihan usaha tani kakao di beberapa lokasi disebabkan oleh tingkat perawatan kakao 46,67% cenderung lebih sulit dibanding komoditas lain. Dari sektorbbudidaya, penurunan produktivitas dan produksi tanaman kakao Indonesia disebabkan oleh perubahan iklim, menurunnya kesuburan tanah, dan adanya serangan OPT.
Upaya Peningkatan Potensi Kakao Indonesia.
Sebagai upaya pemenuhan biji kakao dalam negeri, diperlukan strategi-strategi yang berfokus pada peningkatan raw material, tidak merugikan petani dan bersifat berkelanjutan.
Kebijakan bea ekspor tetap perlu dipertahankan untuk melindungi kebutuhan kakao dalam negeri dan menegaskan kembali kewajiban untuk fermentasi kakao sebagai upaya peningkatan kualitas.
Nilai tambah kakao tersebut belum dapat dirasakan oleh petani kecil sehingga masih perlu adanya perbaikan-perbaikan dengan memperkuat pendekatan melalui peran kelembagaan, serta mendorong literasi dan inklusi keuangan. Ketika kebijakan mulai berpihak pada petani, disertai dengan kualitas dan kuantitas yang kian membaik, tentu harga yang diterima petani akan semakin bersahabat.
Dilansir melalui laman PPKKI (https://iccri.net), sejauh ini PPKI – PT RPN telah bekerja sama dengan PT Berau Coal di Kalimantan Timur sebagai bentuk tindak lanjut pengembangan kakao (16/02/2024). Kerja sama tersebut diharapkan dapat meningkatkan potensi pengembangan kakao yang terintegrasi dengan perusahaan tambang. Berbagai program dilakukan untuk meningkatkan kapasitas petani kakao, mengembangkan inovasi teknologi dan mendukung keberlanjutan industri kakao nasional. Hal tersebut dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar tambang.
Tidak hanya itu, di Kalimantan Tengah, PT RPN – PPKKI bersama Pemerintah Kabupaten Murung Raya telah melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Komoditas Kakao Hulu-Hilir (27-30/10/2024). Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuaj petani serta pelaku usaha kakao di Murung Raya dalam pengelolaan komoditas kakao dari hulu hingga hilir.
Berbagai kegiatan positif kedepan, diharapkan dapat terus terlaksana guna meningkatkan potensi kakao. Kerjasama dan kolaborasi berbagai pihak terkait juga penting untuk mencapai tujuan yang berkelanjutan.