RADARJATIM.CO ~ Pada hari Kamis (15/05/2025), lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang sedang melakukan kegiatan Magang Mandiri mengikuti kegiatan yang memberikan wawasan langsung terhadap praktik hukum perdata di Indonesia. Peran Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kerap kali dianggap serupa oleh masyarakat awam, padahal keduanya memiliki kedudukan hukum, fungsi, serta kewenangan yang berbeda dalam menjalankan tugas jabatannya.
Secara khusus, PPAT menangani perbuatan hukum tertentu di bidang pertanahan. Pemahaman yang keliru mengenai peran kedua profesi ini berpotensi menimbulkan kesalahan prosedural dalam penyusunan akta serta berdampak terhadap Kekuatan pembuatan suatu akta jika terdapat dispute(sengketa) di kemudian hari. Oleh karena itu, penting untuk mengedukasi masyarakat mengenai perbedaan, tanggung jawab, serta etika profesional yang wajib dijunjung tinggi oleh Notaris maupun PPAT.
Berdasarkan buku karya Dr. Fathul Laila, S.H., M.Kn., LL.M. yang berjudul Komparisi Akta Notaris dijelaskan bahwa PPAT dan Notaris merupakan dua jabatan yang memiliki dasar hukum tersendiri. Notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 30 tahun 2004 yang telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, sedangkan PPAT di naungi dengan PP Nomor 37 tahun 1998 yang telah di ubah dengan PP Nomor 24 tahun 2016.
Notaris bertugas membuat akta autentik berdasarkan Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Jabatan Notaris tentang kewenangan Notaris yang berbunyi bahwa kewenangan Notaris untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. Kewenangan ini dibatasi dengan ketentuan bahwa Notaris tidak berwenang untuk membuat akta jika kewenangan tersebut secara khusus diberikan kepada pejabat lain berdasarkan undang-undang salahsatunya Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Perbandingan Fungsi Notaris dan PPAT dalam Praktik Kenotariatan dan Pertanahan: Kajian Akademik FH UMM
Secara khusus, Kewenangan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) adalah membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di dalam daerah/wilayah kerjanya. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri ATR/BPN (Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional) dan diangkat untuk satu daerah kerja tertentu. PPAT memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai berbagai perbuatan hukum terkait hak atas tanah dan ada 8 (delapan kewenangan PPAT yaitu membuat akta jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan, dan pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Dalam melaksanakan kewenangan jabatannya, baik Notaris maupun PPAT wajib menjaga kerahasiaan akta dan segala informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya. Kewajiban menjaga rahasia jabatan ini bersifat mutlak hal ini tercantum dalam Pasal 16 Undang-undang Jabatan Notaris tentang kewajiban notaris, Salinan akta hanya dapat di berikan kepada para ahli waris kecuali diminta oleh pengadilan dalam rangka proses hukum tertentu dan itupun harus mendapatkan persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris dan Dewan kehormatan notaris jika terkait kode etik. Pelanggaran atas kerahasiaan data klien dapat dikenakan sanksi etik, tuntutan Ganti rugi maupun pidana.
Salah satu pelanggaran dalam praktik Notaris maupun PPAT yaitu pembacaan akta oleh staf Notaris atau staf PPAT.
Praktik tersebut tidak dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan khususnya terhadap kewajiban Notaris yang terdapat dalam Pasal 16 Undang-undang Jabatan Notaris. Pembacaan akta merupakan bagian terpenting dan autentiknya akta ada dalam pembacaan akta tersebut. Jika akta tidak di bacakan maka akta tersebut ter degradasi menjadi akta di bawah tangan yang pembuktiannya tidak sempurna. Proses pembuatan akta otentik wajib dilakukan secara langsung oleh Notaris di hadapan para pihak yang berkepentingan di kantor Notaris sesuai dengan difinisi akta otentik yang terdapat dalam Pasal 1868 KUH Perdata.
Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa Notaris wajib membacakan akta di hadapan penghadap dengan disaksikan oleh saksi-saksi, kemudian ditandatangani oleh semua pihak, saksi-saksi dan notaris. Pembacaan akta oleh staf, bukan oleh Notaris, berpotensi menurunkan nilai keotentikan akta dan dapat menjadi temuan dalam pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
Melalui pemahaman yang lebih mendalam mengenai dualisme kewenangan antara Notaris dan PPAT, masyarakat diharapkan dapat lebih cermat dan berhati-hati dalam memilih pejabat yang berwenang untuk menangani kebutuhan hukumnya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan pertanahan dan pembuatan akta.
Dalam melaksanakan kebutuhan hukum tersebut, baik Notaris, PPAT, maupun masyarakat harus berpegang teguh pada Undang-undang Jabatan Notaris, Peraturan PPAT juga kode etik notaris dan PPAT dengan memperhatikan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga peraturan per undang-undangan yang lain. Integritas, profesionalitas, serta kepatuhan terhadap norma hukum dan etika jabatan, khususnya dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, sangat diperlukan guna menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara.
Penulis: Sheila Amarta, Friska Firdi, Risma Novia, Tri Bagas, Rayyan Naqib.