Indonesia punya potensi yang besar dalam memaksimalkan produksi CPO (crude palm oil) pada tahun-tahun mendatang. Hal itu dikemukakan Menteri Koordinasi (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pembukaan Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) ke-20 di Nusadua, Bali, Kamis (7/11) yang dilakukan secara virtual.
”Strateginya, meningkatkan program replanting untuk perkebunan rakyat,” tambag Menko Airlangga Hartarto dalam pertemuan tahunan terbesar para pelaku usaha sawit itu.

Ia menjelaskan, sejak 2017, sudah ada upaya meningkatkan replanting (penanaman ulang) sawit di 360 ribu hektare Perkebunan milik rakyat. Selain itu, mengadopsi cara menanam sawit yang lebih baik dan mengampanyekan sertifikasi sawit yang berkelanjutan.
Terkait itu, tantangan utama usaha di perkebunan kelapa sawit juga beragam. Mulai dari isu lingkungan hingga data yang kurang akurat. ”Konferensi ini, peluang bagi kita untuk menegaskan komitmen kita untuk praktik yang berkelanjutan, dan terus meningkatkan standar yang kita gunakan,” tegasnya.
Optimis Meski Sempat Stagnan
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengungkapkan optimismenya di sektor kelapa sawit pada 2025 semakin bertumbuh, meski pada tahun ini produksi mengalami penurunan.
Ketidakpastian ekonomi global, ketegangan geopolitik, serta kebijakan proteksionisme, seperti peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR), menjadi perhatian utama. Namun, meskipun ada penurunan dalam kinerja ekspor dan produksi pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, industri kelapa sawit Indonesia masih menunjukkan potensi pertumbuhan yang positif di masa depan.
Satu diantara factor yang membuatnya optimis adalah adanya program pemerintah soal biodiesel B-40. “Pemerintah Indonesia terus mendorong program biodiesel B-40 yang diharapkan bisa meningkatkan konsumsi domestik dan berpengaruh pada dinamika produksi serta ekspor,” urai Eddy Martono.
Eddy Martono menjelaskan, IPOC kali ini merayakan dua dekade keberadaannya, yang mencatatkan pertumbuhan signifikan baik dalam jumlah peserta maupun kualitas diskusi. “Antusiasme peserta setiap tahun merupakan indikator jelas bahwa IPOC terus berkembang dan berhasil menjadi platform penting untuk dialog, jaringan, dan kolaborasi di sektor kelapa sawit,” jelas Eddy.
Sementara itu, Chairperson of IPOC, Mona Surya menjelaskan, berbeda dengan tahun sebelumnya jumlah peserta IPOC mencapai rekor baru. Yakni 37 perusahaan, 113 stan, dan 1.509 partiisipan dari 24 negara.
Acara yang menjadi ajang penting bagi para pemangku kepentingan di industri kelapa sawit ini berhasil menarik perhatian banyak pihak, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Menurut Mona, selama dua hari IPOC 2024 mengusung tema “Seizing Opportunities Amidst Global Uncertainty”. Tema ini sesuai dengan tantangan besar yang dihadapi industri kelapa sawit global. ”Yaitu menyangkut kebijakan domestik dan ketahanan industri di Indonesia, implikasi EUDR, wawasan pasar dari perspektif regional, dan prospek harga sawit,” imbuhnya.
IPOC 2024 menegaskan pentingnya kebijakan pemerintah yang tepat untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit Indonesia. Melalui kebijakan yang mendukung keberlanjutan dan efisiensi, Indonesia dapat terus mempertahankan posisinya sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia sekaligus memajukan visi Indonesia Emas 2045.
Diharapkan dengan berbagai peluang yang ada, para pelaku industri kelapa sawit, dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengoptimalkan potensi sektor ini dalam menghadapi ketidakpastian global.
Optimisme untuk tahun 2025 tetap tinggi, dengan harapan besar agar kelapa sawit Indonesia terus menjadi pilar utama perekonomian nasional.
Peliput : Joko C, ARK Rinjani