Kebijakan EUDR Bermasalah dan Pengaruhi Ekspor

Pemberlakuan benchamarking kebijakan EUDR Dok Istimewa

Pemberlakuan benchamarking terkait kebijakan European Union Deforestatation Regulation (EUDR) akan berpotensi bermasalah. Bahkan Parlemen EU tidak bisa menjelaskan sistem dalam implementasi benchmarking sebagaimana disyaratkan tersebut.

Sistem tersebut yang tidak hanya mendiskriminasi industri kelapa sawit saja namun Indonesia secara general tersebut berpotensi diberlakukan oleh negara lain. Hal ini diungkapkan Duta Besar Indonesia untuk Uni Eropa Andri Hadi dalam forum Indonesian Palm Oil Conference (IPOC), di Nusa dua Bali.

“Bahkan di suatu negara sendiri, hal itu susah untuk dilakukan dengan system benchmarking yang sama. Sama dengan negara-negara lain, Indonesia itu juga mempunyai wilayah yang berbeda. Tidak bisa benchmarking yang sama dilakukan misalnya pada kebun kopi di Sumatera dan kebun kopi di Nusa Tenggara Timur,” terang Andri Hadi.

Baca Juga :  PJI Ultah Perak, Beri Penghargaan AH Thony

Andri Hadi menjelaskan, akibat benchamarking ini suatu negara dikategorikan sebagai high risk dalam hal deforestasi, maka konsekuensinya adalah kemungkinan negara-negara partner dagangnya di luar UE bisa ikut mengambil tindakan yang merugikan negara tersebut.

“Ya memang EUDR itu dari awal memaksakan “one size fit all” (Satu ukuran diberlakukan untuk semua). Sebenarnya dari awal kita sudah minta perundingan untuk menyamakan persepsi tentang aturan deforestasi ini. Tapi UE tetap memaksakan pemberlakuannya dan sekarang ini kita lihat sedang ditunda,”urainya.

Sementara itu, Pietro Pagan ini, professor dan pengamat minyak nabati dari Universitas John Cabot di Roma menyarankan negara-negara produsen sawit harus mengintensifkan perundingan dengan UE. “Dalam semangat kerjasama untuk menemukan cara terbaik mematuhi peraturan bebas deforestasi (EUDR), yang penerapannya diperkirakan tidak hanya akan di Eropa, tapi juga di luar Eropa,” tambahnya.

Baca Juga :  Ketua LSM FPSR Aris Gunawan, Soroti Pembangunan RS. Gresik Sehati.

Sedangkan, penasehat bidang sawit untuk Golden Agri-resources (GAR) Ian Suwarganda,  mengingatkan, saat ini negara-negara lain tampaknya sedang mempersiapkan aturan yang sama. “Negara-negara seperti Amerika Serikat, Cina dan India pun sedang berusaha merumuskan peraturan yang mirip dengan EUDR,” katanya.

Sekretaris Jenderal Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Rizal Affandi Lukman, menyampaikan pelaksanaan EUDR itu akan berdampak pada negara-negara Asia Tenggara, kecuali Brunai Darussalam. “Ada 7 komoditas yang terdampak EUDR ini, termasuk sawit, kopi dan karet. Indonesia adalah produsen terbesar sawit di dunia, Vietnam produsen besar kopi, sementara Thailand karet,” ungkapnya.

Baca Juga :  Antisipasi Gelombang 3 Covid-19, Personil Gabungan Pamor Keris Polres Bangkalan Sasar Obvit Segitiga Emas

Pemberlakuan EUDR, tidak hanya berdampak pada ekspor Indonesia ke Eropa, juga impor Indonesia dari Eropa. EUDR itu mensyaratkan bebas deforestasi bagi semua barang komoditi pertanian, perkebunan dan kehutanan di Eropa, baik barang impor dan ekspor,” imbuh Rizal.

Dengan pemberlakuan  EUDR nilai ekspor Indonesia ke Eropa yang terpengaruh akan mencapai US$4.4 miliar dalam berbagai produk pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Tri Mardi Rasa