Blitar, Radarjatim.co– Penambang pasir ilegal merajalela, Salah satunya di Desa Kedawung Kecamatan Nglegok Kota Blitar yang sempat berhenti karena ditutup oleh pihak berwenang nyatanya nekat kembali beroperasi.
Seakan tidak jera dengan aksinya, para penambang pasir ilegal Di Kota Blitar itu nekat kembali menjalankan aksinya, meskipun tidak mengantongi izin resmi tetap menjalankan aksi penambangan demi memperkaya dirinya tanpa peduli dengan efek negatif yang ditimbulkan dari aktivitas tidak bertanggung jawab tersebut.
Tim dari media berusaha turun langsung dan menelusuri area yang terjadi penambangan ilegal tersebut untuk mengawasi dan memastikan sejauh mana kegiatan ilegal tersebut berlangsung. Tim juga menggali informasi lebih jauh mengenai kapasitas produksi dan frekuensi pengiriman yang berasal dari titik tambang tersebut.
Menurut keterangan narasumber yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan, “dalam sehari kapasitas produksi yang berasal dari tambang tersebut dapat mencapai 30 sampai 50 rit pasir”.
Narasumber juga menjelaskan mengenai harga untuk setiap rit pasir berkisar Rp. 500.000 hingga Rp. 650.000. Estimasi omset yang didapatkan dari adanya aktivitas ini dapat mencapai 1 miliar setiap bulannya.
Aktivitas pertambangan diatur jelas dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2020 atas perubahan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Apabila aktivitas eksploitasi ini terus berlanjut, maka dapat dipastikan sangat besarnya kekayaan alam yang seharusnya dapat dikelola negara bersama masyarakat harus dicuri atau lolos begitu saja ke pihak-pihak yang mencari keuntungan mereka sendiri dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Diperjelas pada pasal 158 yang berbunyi : “ Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Penambangan pasir ilegal tidak hanya menimbulkan kerugian bagi negara, akan tetapi juga bagi warga sekitar dan juga untuk kelestarian alam.
Jalanan sebagai akses sarana mobilisasi warga menjadi rusak akibat dilewati alat-alat berat, hal ini tentu sangat merugikan warga dari segi keselamatan dan kenyamanan berkendara.
Bahaya lainnya adalah alam yang hancur karena rusaknya kontur dan konstruksi susunan tanah tebing, disekitar area pengerukan pasir yang dapat menimbulkan bencana tanah longsor, Pengerukan material yang terus dilakukan dapat menyebabkan tergerusnya mineral dan tak mampu menahan aliran air saat hujan deras turun.
Hal ini tentunya juga mengancam keselamatan para pekerja yang berada di titik pengerukan yang sudah pasti tanpa dilengkapi alat keselamatan kerja yang mumpuni dan layak.
Selain itu munculnya rongga-rongga galian yang sangat curam akibat bekas pengerukan pasir juga memperparah pemandangan di area tersebut. Sampai dengan berita ini dinaikkan, belum ada tindakan tegas bagi aktivitas illegal minning di wilayah hukum Kota Blitar. Siapa Bekingnya?.(rrr)






