Tanah lapangan Desa Balerejo yang menjadi polemik (Foto : Radarjatim,Nawan)
Madiun | Radarjatim – Kepemilikan ganda atas tanah lapangan Desa Balerejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun yang sempat dibuat acara Harkodia 2024 semakin pelik ketika Pemerintah Desa (Pemdes) setempat angkat bicara.
Tri Susilowati selaku Kepala Desa Balerejo mengatakan bahwasanya pada awal tahun 2023 mendadak muncul plakat di area lapangan tersebut yang bertuliskan “Aset Milik Pemkab Madiun” disertai nomor sertifikat dan tahun penerbitan.
“Pertama kali yang mengetahui hal itu adalah warga, kok ada plakat aset milik Pemkab Madiun di lapangan,padahal Desa juga punya sertifikatnya,” jelasnya ketika dihubungi awak media, Kamis (12/12/24).
Setelah kejadian tersebut, ada beberapa pihak dari Pemkab Madiun meminta Kepala Desa untuk menyerahkan tanah aset Desa tersebut ke Pemkab Madiun, namun selalu ditolak meski telah ditunjukkan sertifikat kepemilikan oleh Pemkab Madiun yang terbit pada tahun 1985.
“Bahkan dulu pernah Pemkab Madiun, mau ada event disini, pinjam lokasi, beruntungnya saya teliti, di keterangan surat ternyata penyerahan aset Desa, ya saya tidak mau tanda tangan,dan anehnya di sertifikat yang milik Pemkab, nama-nama saksi yang semuanya sudah meninggal dunia itu salah dalam penulisan,” lanjutnya.
Lapangan Desa Balerejo merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Desa (PADes) setempat. Selain itu, berdasarkan cerita para tokoh masyarakat bahwa lapangan tersebut sebagian besar merupakan hasil hibah dari warga. Hingga pada akhirnya, pada tahun 2018 pihak Pemdes mendaftarkan tanah lapangan ke dalam program PTSL guna mendapatkan sertifikat resmi.
Lapangan di Desa Balerejo adalah salah satu penunjang PADes, jadi mohon untuk bisa dikembalikan ke masyarakat Desa. Kami juga memiliki pegangan sertifikat resmi,” tukasnya.
Sementara itu, menanggapi polemik dualisme kepemilikan tanah lapangan Desa Balerejo, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Madiun, Adolf Severlianus Puahadi mengaku belum menerima laporan atau aduan dari pihak Pemkab Madiun maupun Pemdes Balerejo.
“Berkaitan dengan itu kita belum mendapatkan laporan dari siapapun, baik Desa Balerejo ataupun Kabupaten Madiun,tambahnya
Kalau memang ada klaim, sebaiknya bisa kita diskusikan bersama,” ujar Adolf.
Guna memastikan keabsahan sertifikat kepemilikan lapangan Desa Balerejo, pihaknya harus menelusuri data aset pada tahun terbitnya surat. Apalagi transformasi regulasi maupun teknologi dalam teknik pencatatan dan pengukuran tanah memungkinkan terjadi tumpang tindih.
“Kalau sekarang teknologi sudah canggih apalagi terbaru dengan teknologi satelit, hal ini sangat tidak memungkinkan terjadinya tumpang tindih. Namun, kalau di periode dulu yang masih konvensional bisa saja terjadi hal itu tumpang tindih”, tutupnya.
Menarik ketika aset tanah kas Desa yang seharusnya bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat harus dipertanyakan status tanahnya karena terdapat dualisme kepemilikan dengan pihak Pemkab Madiun.
Sebagai informasi, polemik ini mencuat setelah sebelumnya NGO Pentas Gugat Indonesia (PGI) berkomentar pada peringatan Hakordia Kabupaten Madiun, pada 9 Desember 2024.
Herukun selaku Koordinator PGI menyatakan bahwa sertifikat tanah ganda bisa jadi pintu masuk dugaan korupsi.
Pewarta : Nawan
Kord Liputan Nasional