Surabaya, Radarjatim.co – Terkait penangkapan Kapal Putri Selina I oleh Polsek Masalembu Ketua Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat DPP Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jatim Miko Saleh mendatangi Bidpropam Polda Jatim mendampingi Muhlis beserta istrinya, untuk mengadukan kasus penahanan kapal Putri Selina I oleh Polsek Masalembu yang dinilai cacat hukum.
Perlu diketahui, Sambil membawa berkas kasus kapal Putri Selina I, Miko mengadukan ketidakadilan yang dialami Muhlis karena anaknya yang mengoperasikan kapalnya dijadikan dan kapal yang menjadi sumber penghasilannya tidak dapat beroperasi sebab ditahan Polsek Sumenep sejak 27 Maret 2021 dengan alasan tidak memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) atau Surat Izin Pelayaran Indonesia (SIPI). Padahal kasus ini tak layak di P 21 kan sebab pemilik kapal tidak mendapatkan selembar pun surat penahanan kapal dari pihak berwenang.
“Jadi hari ini, kita hadir di sini untuk menjelaskan semua persoalan-persoalan dengan cara baik penangkapan, baik dari penyidikan itu semua banyak yang tidak terlalui. Sehingga dari pihak nelayan ini merasa resah karena persoalannya selalu di dalam WA dijadikan tersangka, namun tidak ada surat baik dari panggilan maupun dalam penyidikan saat ditetapkan ini nggak ada sama sekali sehelai pun surat yang diberikan oleh pihak penyidik Polair,”ungkap Miko selaku pendamping Muhlis saat laporan di Mapolda Jatim, Kamis (30/9/2021) pagi.
Dikatakannya, Sebelumnya, anak Muhlis bernama Dedi Fosinda (27) warga Paciran, Lamongan bekerja sebagai nelayan yang mengoperasikan kapalnya tak pernah dijadikan tersangka, namun tiba-tiba ada surat pemanggilan untuk menghadap Polsek Masalembu agar berkas kasus ini diserahkan ke Kejaksaan Sumenep.
“Baru kali dia menerima surat panggilan untuk menghadap Polairud agar supaya diserahkan ke Kejaksaan ini yang jadi bingung dari pihak keluarga,” terang Miko.
Dari prosedur penangkapan hingga penyitaan barang bukti serta pemberitahuan status tersangka yang tidak disertai surat resmi, Miko menilai bahwa kasus yang menimpa anak Muhlis tidak bisa dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sumenep.
“Yang diharapkan adalah, kalau dari penyidikan itu awalnya sudah tidak sesuai harusnya P21 ini kan tidak bisa untuk disempurnakan untuk dijadikan P21. Kalau kita runut kasus tersebut kayaknya P21 kayak terkesan ada suatu pemaksaan bahwa P21 ini sudah lengkap,” Kata Abah Miko.
Dijelaskannya,Padahal dari persoalan ini justru tidak ada kelengkapan ini karena mekanisme etika di dalam penyidikan baik di dalam penyitaan barang bukti baik pemberitahuan tentang status tersangka saat diperiksa ini tidak ada sama sekali. “Ini bisa menjadi preseden buruk hukum di Negeri ini,” jelas Miko.
Dengan berkas yang dinilai Miko belum sempurna maka kasus ini tidak bisa dilanjutkan dan dibatalkan demi hukum.
“Dan Muhlis bisa memperoleh kapalnya kembali agar dapat berlayar dan mencari nafkah bagi keluarganya di tengah Pandemi Covid-19 ini,” pungkasnya. (Fir)






