Foto: Kasus Suami Bunuh Istri di Sumenep/(ilustrasi/@pixabay)
Sumenep |Radarjatim.co – Kasus tragis kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali terjadi di Sumenep, Madura, pada Senin, 23 September 2024. Seorang suami berinisial R (45) tega menghabisi nyawa istrinya, NH (33), setelah terjadi perselisihan terkait penolakan berhubungan badan. Tragedi ini mengundang perhatian publik dan menjadi sorotan media sebagai salah satu contoh buruk dari lemahnya pengendalian emosi dalam rumah tangga, yang berujung pada tindakan kriminal yang fatal.
Menurut laporan, insiden ini terjadi setelah R merasa tersinggung dan sakit hati karena istrinya, NH, menolak ajakan untuk berhubungan badan. NH bahkan sempat menyatakan bahwa memberikan tubuhnya kepada suami dianggap “haram,” yang semakin memicu emosi R. Dalam kondisi penuh amarah, R melakukan kekerasan yang berujung pada kematian istrinya. Meski R mengklaim bahwa ia tidak berniat membunuh, tindakan kekerasan yang dilakukan di bawah kendali emosi tak terkendali berakhir tragis.
R, yang merasa dihina dan mencurigai istrinya berselingkuh, akhirnya melakukan tindakan yang di luar akal sehat. Dugaan perselingkuhan yang menjadi salah satu faktor pemicu ini muncul tanpa bukti kuat, tetapi rasa curiga tersebut cukup untuk mendorong R mengambil langkah ekstrem.
Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso, menjelaskan dalam konferensi pers bahwa motif pembunuhan ini dipicu oleh rasa sakit hati setelah permintaan suami untuk berhubungan badan ditolak oleh istrinya. Dalam kondisi emosi yang tidak terkendali, R melakukan tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan hidup keluarganya sendiri.
Tersangka kini dihadapkan pada proses hukum yang serius. Berdasarkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, R terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Proses penyelidikan masih terus berlangsung, dan pihak kepolisian berkomitmen untuk menegakkan keadilan atas kejadian ini.
Kasus ini kembali membuka mata masyarakat Indonesia mengenai betapa seriusnya dampak kekerasan dalam rumah tangga. KDRT masih menjadi salah satu masalah sosial yang sering terjadi, namun sayangnya banyak korban yang takut melaporkan atau bahkan tidak menyadari bahwa mereka adalah korban.
Dalam konteks agama dan budaya, hubungan suami-istri seharusnya dibangun atas dasar saling pengertian dan penghormatan. Namun, dalam beberapa kasus, ada pihak yang menggunakan alasan agama secara keliru untuk membenarkan tindakan kekerasan. Seperti dalam kasus ini, pemahaman yang salah terhadap ajaran agama menjadi salah satu pemicu konflik yang berujung pada kekerasan.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan edukasi mengenai hak-hak dalam pernikahan dan perlindungan hukum yang tersedia. Hukum di Indonesia telah memberikan perlindungan bagi korban KDRT melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Meskipun demikian, penegakan hukum yang tegas dan kampanye kesadaran publik masih sangat diperlukan.
Kepolisian, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah harus terus meningkatkan sosialisasi mengenai bahaya KDRT dan bagaimana cara melaporkannya. Dengan adanya edukasi yang tepat, diharapkan masyarakat bisa lebih memahami pentingnya hubungan yang sehat dan penuh kasih sayang dalam rumah tangga.
Kasus tragis suami membunuh istri di Sumenep ini menjadi peringatan bagi kita semua tentang pentingnya pengendalian emosi dan komunikasi yang baik dalam hubungan pernikahan. Kekerasan tidak pernah menjadi solusi, dan tindakan kriminal seperti ini hanya akan membawa kehancuran bagi semua pihak yang terlibat. Semoga keadilan bisa ditegakkan, dan kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat luas.
(Red)