Foto : Sekian, Warga Dusun Nginjen Desa Pandanpancur, didampingi kuasa hukumnya Ali Muchsin saat menunjukkan berkas laporan di Polres Lamongan
Lamongan | RADARJATIM.CO– Warga Dusun Nginjen, Desa Pandanpancur, Kecamatan Deket, Lamongan melayangkan laporan dugaan korupsi penjualan aset desa atau fasilitas umum berupa kali atau saluran air serta penyalahgunaan APBDesa setempat ke Polres Lamongan.
Dalam laporan itu, kasus penyimpangan ini diduga telah dilakukan oleh Kepala Desa Pandanpancur, atas nama Supadi, yang juga diduga telah menjual aset atau fasilitas umum milik desa berupa saluran air (kali) yang tidak tercatat dalam Buku C Desa kepada PT TUKL.
Saluran air atau kali ini tidak tercatat dalam Buku C Desa, tapi tergambar dalam Kretek Desa serta Peta Blok Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu, penjualan aset ini tidak transparan dan hanya dengan beberapa anggota BPD,” ujar Sekan, selaku pelapor yang didampingi kuasa hukumnya dari Alihardy & Patners, Rabu (11/5/2022).
Menurut Sekan, dugaan penyelewengan ini dapat dilihat dari indikasi tanah aset desa atau fasilitas umum berupa kali yang dinyatakan memiliki luas sekitar 260 M2. Padahal, sebut Sekan, sebenarnya luasan itu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Saat ini telah dikeluarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) Nomor Obyek Pajak (NOP) 35.24.130.004.002-0055 atas nama PT TUKL . Tiba-tiba dijual oleh Kades dan hanya dihargai Rp 100 juta tanpa musyawarah, negoisasi dan pemberitahuan ke tokoh-tokoh masyarakat,” terangnya.
Lebih lanjut, Sekan menyebut, jika penjualan tanah itu hanya dihargai Rp 384.000 m2. Padahal, tambah Sekan, posisi tanah itu sangat strategis.
“Sebagai pembanding, tanah masyarakat di sekitar lokasi itu harganya sudah di atas Rp 650.000 m2. Lalu, kelebihan harganya diselewengkan siapa? Apa lagi kalau bicara nilai sirategisnya, sudah seharusnya pantas kalau harganya dua atau tiga kali lipat dari tanah masyarakat,” bebernya.
Tak cukup itu, Sekan menilai, pejualan aset desa berupa kali yang dilakukan Kades tidak melaksanakan ketentuan dalam Perda Kabupaten Lamongan Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Desa pasal 150 Ayat 6.
Nahasnya lagi, Sekan menyayangkan, kali yang kini dijual tersebut telah diuruk, sehingga telah menghilangkan fungsi kali sebagai saluran air dan berakibat pada penyumbatan serta terjadinya banjir.
“Uang hasil penjualan tanah itu pun diduga hanya diterima Kades sendiri dan tidak dimasukkan ke dalam rekening Bendahara Desa, sehingga keluar masuknya uang tak tercatat dan terencanakan dalam APBDes. Selama menjabat sebagai Kades, saudara Supadi juga tak membuat laporan sebagaimana perundang-undangan, di antaranya Perda Lamongan Nomor 3 Tahun 2015 Pasal 29 Huruf d,” jelasnya
Secara terpisah, Kepala Desa Pandanpancur, Supadi saat dikonfirmasi i wartawan mengatakan, pihaknya berdalih tidak pernah menjual kali yang dimaksudkan pelapor. Menurutnya, lokasi yang dimaksud itu hanya dipakai oleh PT ada kompensasi untuk dusun dan desa.
“Uang kompensasi itu sebesar Rp 100 juta, diterimakan Rp 70 juta untuk dusun Nginjen dan Rp 30 juta untuk Desa Pandanpancur. Jadi tidak benar kalau saya menjual. Ada kompensasi dari perusahaan,” ungkapnya, Rabu (11/5/2022).
Kades Supadi menambahkan, uang kompensasi juga dimanfaatkan untuk pembangunan desa dan dusun. Bahkan, ia mengaku, sudah berkoordinasi dengan pihak Dinas Pengairan Provinsi sebelum proses pemakaian oleh perusahaan.
Penjelasannya, Dinas pengairan memperbolehkan asal ada musyawarah yang melibatkan, BPD, perangkat desa, RT, RW, dan tokoh masyarakat.
“Semua pembangunan yang memakai uang itu, lengkap ada SPJ-nya. Proses musyawarah itu sudah kami lakukan. Jadi tidak ada yang menjual sungai atau kali,” paparnya.
Terakhir, Kades Pandanpancur ini juga menyampaikan, bahwa kali ini tidak mungkin berpindah nama, karena termasuk aset desa dan tanah negara. Artinya, tanah ini bisa diambil alih kembali oleh desa jika sewaktu-waktu diminta untuk kepentingan pemerintah atau masyarakat
Sumber: Beritajatim.com