Saat ini, program mekanisasi yang dijalankan pemerintah tidak sesuai harapan. Penyebabnya, hilirisasi yang tidak berjalan dengan baik.
Dunia usaha yang terkait dengan pertanian ini harus bisa memecahkan masalah tersebut, tapi tetap harus ada dukungan pemerintah. “Sebab mekanisasi pertanian mampu meningkatkan pendapatan petani kecil, meringankan pekerjaan petani, penggunaanya bisa efisien dan efektif,” kata Bungaran Saragih di seminar dan talk show bertajuk Pertanian Modern: Meraih Peluang Pasar Mesin Pertanian di Indonesia yang diselenggarakan Majalah AGRINA di The Oakwood Hotel TMII Jakarta, Kamis (7/3).
Sementara itu, Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Prabowo mengatakan, Mekanisasi pertanian ini menjadi satu solusi yang bisa menjawab kebutuhan pangan dan kondisi iklim yang terus berubah. Selain semakin berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian.
Rerata usia petani yang bergerak di bidang pertanian saat ini di atas 45 tahun. “Dari hasil deteksi kita, petani yang bergerak di bidang pertanian saat ini usianya 45 tahun ke atas dan diperkirakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2035 to zero SDM pertanian. Di sisi lain, kebutuhan pemenuhan pangan sangat tinggi,” urai Agung.
Oleh karena itu, salah satu solusi yang mampu menjawab kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah adalah implementasi mekansisasi pertanian secara masif. “Banyak keuntungan, yaitu mampu menurunkan tenaga kerja 69 persen, biaya produksi 31 persen, mengurangi susut hasil 68 persen, mampu meningkatkan produktivitas 10 persen, dan profit 20 persen,” jelas Agung.
Saat ini pemerintah gencar melakukan mekanisasi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Akan tetapi, penggunaannya belum precise alias tepat jumlah dan lokasi. “Contoh mekanisasi di irigasi, pompo, apakah betul padi itu memang sebanyak itu airnya, sebetulnya tidak tergenang. Sebetulnya padi itu bukan tanaman tergenang kalau dilihat dari sejarahnya,” kata dia.
Begitupun rekomendasi penggunaan pupuk, Nitrogen (UREA), Phospor (SP36), dan Kalium (KCL) tidak bisa disamakan dengan kebutuhan yang ada di Riau, Papua, Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera, daerah lainnya.
“Bisa saja di suatu daerah kebutuhan nitrogennya 200 kg per hehktare, bisa aja kurang kurang dari 200 kg per hektare kalau diidentifikasi secara tepat. Itu yang nanti disebut sebagai precision farming, pengumpulan data dulu baru operasional,” kata dia.
Dalam pengembangan mekanisasi pertanian ada dua strategi. Pertama, menurut Agung, selektif terhadap wilayah yang dikembangkan. Jadi setiap wilayah harus dilihat kesiapannya terhadap penerimaan alsintan, baik teknis, sosial dan ekonomi. Kedua, selektif terhadap teknologi. Baik teknologi sederhan, madya dan mutakhir.
Agung juga mengatakan, pihaknya telah melakukan identifikasi terhadap alat mesin pertanian yang sesuai dengan lokasi, pelatihan penggunaan, dan perawatan alat mesin pertanian untuk mendukung mekanisasi pertanian.
“Semuanya kita berikan pendampingan agar program bantuan alsintan dari pemerintah sustainable. Pada akhirnya nanti dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensi tenaga kerja,” kata Agung.
Hasil perhitungan BSIP Mekanisasi Pertanian kebutuhan alsintan pada 2025 cukup besar. Untuk traktor roda dua sebanyak 419.704 unit, traktor roda tiga sebanyak 8.744 unit, combine harvester 23.075 unit, dan pompa sebanyak 466.338 unit.